Test Footer 1

Tuesday 1 October 2013

Gudang

Cara Syetan Menelanjangi Wanita


Syetan sangat tidak suka kalau ada manusia yang taat kepada Allah. Karena itulah syetan selalu berusaha menggoda manusia agar tergelincir dari jalan Allah. Dalam menggoda manusia, syetan memiliki berbagai cara dan strategi. Dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’). Setan seakan mengetahui kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah.
Salah satu sebab kehancuran umat manusia adalah karena hubungan lawan jenis yang tidak sah (zina). Dan sebelum terjadinya hubungan ini, biasanya didahului dengan saling memandang, saling tertarik, lalu saling bertemu, dan selanjutnya saling bermaksiat. Untuk menyukseskan terjadinya proses kemaksiatan inilah syetan berusaha melepaskan hijab atau pakaian muslimah. Lepasnya hijab muslimah merupakan jalan licin yang mudah menggelincirkan manusia dari ketaatan kepada Allah.
Berikut adalah tahap-tahap yang digunakan oleh syetan dalam melepas pakaian muslimah, membuat si wanita tidak memiliki rasa malu sama sekali.
Menghilangkan Definisi Hijab
Dalam tahap ini setan membisikkan kepada para wanita, bahwa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian dengan apa pun bentuk dan namanya tetap pakaian. Yang ada hanyalah budaya dalam berpakaian, atau berpakaian ala budaya tertentu.
Akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai. Inilah bahayanya ketika hijab dianggap sebagai budaya, berbeda halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahwa hijab adalah pakaian syar’i (identitas keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekadar mode (fashion). Hidup kapan pun, dan di mana pun, maka hijab syar’i tetap dipertahankan. Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka setan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya, bagaimana?
Pertama, Membuka Bagian Tangan
Telapak tangan mungkin sudah kebiasaannya terbuka, maka setan membisikkan kepada para wanita agar ada sedikit meningkatkan model yakni membuka bagian hasta (antara siku hingga telapak tangan). “Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang?” Begitu bisikan setan. Dan benar si wanita akhirnya memakai pakaian model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki melihatnya juga seperti biasa saja. Maka setan berbisik, “Tuh, tidak apa-apa kan?”
Kedua, Membuka Leher dan Dada
Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah setan untuk membisikkan hal yang baru lagi. “Kini buka tangan sudah menjadi lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni angkatlah ujung jilbab yang menjulur ke bawah itu dan lilitkan ke leher. Atau angkat ujung jilbab dan letakkan di kepala.” Ketika seorang wanita menurutinya ada dua hal yang mulai terbuka, yakni leher bagian bawah dan dada bagian atas. Eit, tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekadar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak panas. Kata syetan, “Cobalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya sebagian kecil saja yang terbuka.”
Ketiga, Mempersempit ukuran pakaian
Syetan berbisik lagi, “Pakaianmu hanya gitu-gitu saja, kayak ndak punya selera aja?” Kemudian si wanita berpikir, “Tapi apa ya?” tuturnya. “Banyak kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih indah dipandang mata,” syetan memberi ide baru.
Maka tergodalah si wanita, dicarilah mode pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparan. “Mungkin tak ada masalah, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan modenya saja yang agak berbeda, biar nampak lebih feminin,” begitu dia menambah. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparan. Bahkan saking mininya pakaian itu kadang-kadang bagian pinggang atau perut terbuka, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita berpakaian tetapi telanjang.
Keempat, Celana panjang ketat
Setelah para wanita muslimah mengenakan pakaian yang ketat, maka syetan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan ide baru yang tampak trendy. Dibisiki wanita itu, “Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa tak sebaiknya dibelah sedikit ke atas? Dengan itu kamu akan lebih santai, lebih kelihatan lincah dan energik.” Lalu dicobalah ide baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai dari bagian bawah hingga lutut atau tak jarang yang diganti dengan celana panjang nan ketat. Ternyata benar, terasa lebih leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik kendaraan. “Yah tersingkap sedikit tak apa-apalah, yang penting enjoy,” katanya.
Inilah tahapan awal syetan merusak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya mode, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeda dengan hijab syar’i yang sebenarnya. Maka kini mulailah syetan pada tahap berikutnya.
Membuka Sedikit Demi Sedikit
Keberhasilan pada tahap pertama membuat syetan melangkah lagi, dengan tipu daya lain yang lebih ‘gila-gilaan’, tujuannya agar para wanita menampakkan bagian aurat tubuhnya.
Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit
Syetan berbisik kepada para wanita, “Baju panjang benar-benar tidak nyaman, kalau hanya dengan membelah sedikit masih kurang leluasa, lebih baik kalau dipotong saja hingga atas mata kaki.” Ini baru agak longgar.
“Oh ada yang yang terlupa, kalau kamu pakai baju yang seperti itu, maka jilbab yang besar tidak seimbang lagi dengan pakaianmu, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi. Yang penting orang tetap menamakannya dengan jilbab.” Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini terburu-buru mencari mode pakaian yang dimaksudkan.
Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis
Terbukanya telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang yang melihat juga tidak begitu ambil peduli. Maka syetan kembali berbisik, “Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak ada reaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang kampungan yang kolot. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cobalah kamu cari mode lain yang lebih menarik, bukankah kini banyak bawahan separuh betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu khawatir, hanya terlihat kira-kira 10 cm saja.”
Benar-benar bisikan syetan dan hawa nafsu telah menjadi penasihat pribadinya, sehingga apa saja yang dibisikkan syetan dalam jiwanya dia turutkan. Maka terbiasalah dia memakai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.
Ketiga, Terbuka Seluruh Betis
Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, syetan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang si wanita berpikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun bisikan syetan dan hawa nafsu menyahut, “Ah jelas tidak, kan sekarang zaman sudah berubah.”
“Tetapi, apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum lelaki?” pikir wanita. “Fitnah? Ah itu kan zaman dulu, di masa itu kaum lelaki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeda, kini kaum lelaki kalau melihat bagian tubuh wanita yang terbuka, malah senang dan mengatakan wow. Bukankah ini berarti sudah tidak ada lagi fitnah, karena sama-sama suka? Lihat saja mode pakaian di mana-mana, dari pasar malam hingga mall, semuanya memperagakan mode yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikutinya, akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman.”
Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis akhirnya menjadi kebiasaan, apalagi banyak orang yang memakainya. Sementara itu, yang mempermasalahkan sedikit sekali.
Kini tibalah saatnya setan melancarkan tahap terakhir dari tipu dayanya untuk melucuti hijab wanita.
Serba Mini
Setelah pakaian yang menampakkan betis menjadi pakaian sehari-hari dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan syetan yang lain. “Pakaian memerlukan variasi, jangan yang itu-itu saja, sekarang ini mode rok mini. Dan agar sepadan rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah.”
Maka akhirnya rok mini yang menampakkan bagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bagian punggungnya dan berbagai mode lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian untuk berpesta, bersosial, pakaian kerja, pakaian resmi, pakaian malam, petang, musim panas, musim sejuk dan lain-lain, semuanya telah dicoba.
Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh setan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia. Hingga suatu ketika, muncul ide untuk berjalan-jalan di kolam renang atau ke pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bagian yang paling sensitif saja yang ditutupi. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan ‘bikini’.
Karena semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na’udzubillah bisikan syetan berhasil, tujuannya tercapai.”Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan lelaki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu,” kata syetan yang tak ingin ikut menanggung risiko.
Penutup
Betapa halus cara yang digunakan setan, sehingga manusia terjerumus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larut, karena kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka akan menjadi sukar bagi kita untuk mengatasinya. Membiarkan mereka membuka aurat berarti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah. Kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyengsarakan baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam bisshawab. 
Read More
Gudang

Menghina Islam, 3 Miss Malaysia Minta Maaf


Di Malaysia menjadi Kontes Ratu Kecantikan merupakan sebuah hal tabu bagi seorang Muslim. Betapa tidak, Tiga finalis Kontes Ratu Kecantikan Malaysia meminta maaf atas keikutsertaannya dalam kontes itu yang dianggap menghina Islam. Ketiganya beragama Islam.
NY Daily News memberitakan, tiga finalis Miss Malaysia World Contest itu diancam penjara jika mereka tetap ikut serta dalam kontes tesebut. Sebab mereka merupakan Muslim sehingga haram mengikuti kontes semacam itu.
Mereka adalah Wafa Johanna De Korte, Sara Amelia Bernard, Miera Sheikh, dan Kathrina Binti Ridzuan. Mereka meminta maaf kepada Departemen Keagamaan Islam Wilayah Federal (Jawi).
Ketiganya menyatakan tidak berniat menghina Islam dengan ikut serta dalam kontes tersebut. Mereka membatalkan keikutsertaannya setelah Dewan Fatwa Nasional mengeluarkan fatwa yang menentang keikusertaan mereka.
Dewan Fatwa Nasional sebelumnya menyatakan bahwa ikut serta atau berkontribusi pada segala jenis kontes kecantikan tidak akan mendapat izin dan dianggap sebagai dosa bagi Muslim. Hal ini didasarkan pada undang-undang Administrasi Hukum Islam 1996.
Jika mereka tetap ngotot ikut kontes itu, sebagai Muslim mereka terancam hukuman penjara maksimal dua tahun atau didenda sebesar-besarnya US$925 atau sekitar Rp10 juta.
Namun, setelah mereka mundur, penyelenggaran kontes Miss Malaysia World, Datuk Anna Lim tetap meminta mereka untuk tetap hadir sebagai tamu. Namun, itupun tetap dilarang oleh Jawi.
Sara Amelia Bernard, salah seorang kontestan menyatakan dia diancam akan ditangkap jika terlihat dalam acara tersebut. Wafa Johanna De Korte juga mengaku mendapat ancaman yang sama. “Kami mendapat peringatan yang sama bahwa datang ke acara itu adalah tindakan yang tidak benar, meskipun kami hanya datang untuk memberikan dukungan,” ujar De Korte.
Di Indonesia, kontes semacam ini juga mendapat penolakan dari kalangan Islam, FInal ajang Miss World yang rencananya digelar di Jakarta akhirnya dibatalkan dan dialihkan ke Bali.
Read More
Gudang

Ternyata Istri Saya Sudah Tidak Perawan, Apa yang Harus Saya Lakukan?



Pertanyaan: Jika seseorang menikahi wanita yang ternyata setelah melewati malam pertama baru dia ketahui bahwa istrinya sudah tidak perawan lagi, apa yang harus dia lakukan?
 
Jawaban: 
Hilangnya keperawanan terjadi karena banyak sebab, bisa jadi keperawanannya hilang karena sebab-sebab selain zina, maka wajib berprasangka baik kepada istri jika secara zahir nampak baik (shalihah) dan istiqomah. 
Bisa jadi pula memang dahulunya dia pernah berzina namun kini telah taubat dan menyesali perbuatannya, lalu nampak kebaikannya, maka dosanya yang dahulu tidak ada pengaruhnya lagi terhadap suaminya. Bisa jadi pula keperawanan itu hilang karena beratnya haid, karena haid yang berat bisa menghilangkan keperawanan. 
 
Ulama juga menjelaskan bahwa keperawanan dapat hilang karena melompat, yakni jika dia pernah melompat dari suatu tempat ke tempat lainnya, atau turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang sangat rendah dengan mengeluarkan tenaga berlebihan, hal itu bisa saja menghilangkan keperawanan.
Maka tidak harus keperawanan itu hilang dengan zina, sehingga apabila dia mengaku bahwa keperawanannya hilang dengan sebab selain zina maka tidak sepatutnya hal itu menjadi masalah atas suami. Ataupun keperawanannya hilang karena diperkosa, maka yang seperti ini pun tidak menjadi masalah bagi suami jika telah lewat (minimal) sekali haid dari kejadian tersebut.
 
Atau memang dahulunya dia pernah berzina, namun kini dia telah taubat dan menyesal, sedangkan perbuatannya dahulu karena dia masih bodoh dan tidak tahu, lalu setelah tahu dia bertaubat dan menyesal, maka ini juga tidak sepatutnya menjadi masalah bagi suami.
 
Dan tidak boleh bagi suami menyebarkan aibnya, bahkan seharusnya menutup aibnya. Kemudian jika nampak jelas kejujuran taubat dan istiqomahnya hendaklah dia tetap mempertahankannya sebagai istri. Namun jika tidak nampak perbaikan dirinya, maka hendaklah diceraikan, dengan tetap menutupi aibnya dan tidak menampakkan sesuatu yang bisa menyebabkan fitnah dan kejelekan.
 
Read More
Gudang

Perceraian kian meroket, kenapa?


Kementerian Agama (Kemenag) mencatat setiap tahunnya telah terjadi 212 ribu kasus perceraian di Indonesia. “Angka tersebut jauh meningkat dibanding 10 tahun yang lalu, yang jumlah angka perceraiannya hanya sekitar 50.000 per tahun,” kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar di Jakarta, Sabtu (14/9/2013). Nasaruddin sangat prihatin dengan tingginya angka perceraian tersebut. Apalagi, hampir 80 persen yang bercerai merupakan rumah tangga usia muda.
Untuk menekan angka ini, salah satu langkah jitu yang diambil pemerintah melalui  Kemenag adalah mengadakan Kursus Calon Pengantin (Suscatin) dengan menunjuk Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai lembaga pelaksananya. Kursus ini diberikan kepada setiap calon pasangan yang akan melaksanakan pernikahan dengan tujuan agar memahami pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.
Materi kursus ini diberikan selama 24 jam pelajaran, meliputi tata-cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami istri, kesehatan reproduksi, manajemen keluarga dan psikologi perkawinan dan keluarga. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan Dirjen Bina Masyarakat (Bimas) Islam Kementrian Agama, Abdul Djamil bahwa pembekalan yang diberikan meliputi pemahaman bahwa pernikahan adalah bersatunya dua individu yang berbeda pikiran dan pandangan sehingga dibutuhkan saling pengertian dan kesabaran dalam menyikapi perbedaan tersebut.
Apa penyebabnya?
Jika ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan tingkat perceraian kian meroket, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal, meliputi ketidaksiapan pasangan suami istri dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, dan kurang pahamnya pasangan suami istri tentang hakikat tujuan pernikahan.
Tidak dipungkiri bahwa masih banyak pasangan suami istri (pasutri), ketika memasuki fase kehidupan baru rumah tangganya, penuh dengan bayangan seperti pernikahan Cinderella. Hidup penuh dengan kebahagiaan, kemesraan dan  kemapanan. Tetapi, ketika di tengah jalan ternyata ada batu kerikil,duri yang menghalangi atau bahkan badai masalah yang menerpa, mereka tidak punya kesiapan untuk tetap menjalaninya bersama. Bisa jadi itu masalah ekonomi berupa PHK, masalah  ketiadaan komunikasi yang mengakibatkan salah pengertian atau lainnya, hingga akhirnya berakhir dengan perceraian.
Selain itu, kurangnya pemahaman pasutri dalam memaknai tujuan pernikahan juga dapat menjadi pemicu meroketnya perceraian. Dalam pandangan Islam, tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan ketentraman (QS. Ar-Rum: 21) dan keturunan. Ketentraman ini akan tercapai jika masing-masing pihak mengerti dan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik. Sehingga, kehidupan rumah tangganya berjalan dalam  suasana persahabatan. Penuh kasing sayang, saling menerima, memaafkan, sabar menghadapi perbedaan, menutupi kekurangannya, saling menasehati dalam kebaikan dan selalu berusaha memberi yang terbaik untuk pasangannya.     
Adapun faktor eksternalnya adalah sistem kehidupan kapitalistik yang serba bebas saat ini, sedikit banyak juga menjadi pendukung meroketnya perceraian di kalangan  pasutri. Tayangan sinetron dan infotainment dengan kehidupan hedonisnya telah memberi ‘inspirasi’ bagi para suami atau istri untuk mempraktekkan apa yang dilihatnya.
Di samping itu, merebaknya ide kesetaraan gender juga menjadi salah satu pemicunya. Ide ini telah banyak ‘melahirkan’ para istri yang berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya. Kondisi ini tak jarang menjadikan ketaatan si istri terhadap suami terhapus, dan akhirnya berujung dengan perceraian.
Solusi
Fenomena perceraian yang terus meningkat ini tidak bisa dipandang hanya sebagai kasus sosial semata. Tetapi harus juga ditinjau berdasarkan pandangan hukum syara’, dimana pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, apapun jika dilandasi pemahaman bahwa sesuatu itu merupakan ibadah kepada Allah Ta’ala, maka akan mendatangkan pahala yang luar biasa jika dijalani dengan baik. Dengan pemahaman ini, tidak akan mudah pasutri akan melepaskan tali pernikahannya.
Namun pun demikian, jika sampai pada kondisi tertentu hingga pada batas masing-masing wali dari keluarganya sudah memediasi tetapi tetap tidak mampu membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi, maka perceraian bisa menjadi satu-satunya solusi.
Artinya, pernikahan dan perceraian harus selalu dipandang berdasarkan hukum syara’, bukan hanya karena  kecewa, tidak cinta, ekonomi keluarga atau masalah-masalah yang sebenarnya masih bisa dicari solusinya. Untuk itu, cukuplah menjadikan Pernikahan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsyi hendaknya dapat menjadi teladan. Mereka menikah karena landasan syar’iy, demikian pula saat mereka bercerai.
Berdasar hal inilah, bagi penulis,  jika pemerintah hanya mengandalkan Suscatin sebagai jurus jitu untuk menekan tingkat perceraian yang meroket ini, tidak akan efektif. Perlu upaya lain, berupa pembinaan keimanan dan pengetahuan akan hukum syara’ tentang pernikahan dan kehidupan berumah tangga kepada setiap pasangan yang akan menikah. Sehinggga pada masing-masing pihak muncul dorongan ruhiyah yang kuat untuk menjalani kehidupan berumah tangga bersama pasangannya.
Wallahu A’lam.
Read More

Wednesday 25 September 2013

Gudang

Yang Galau Menanti Jodoh



Sebagaimana kematian, rejeki, dan ajal, jodoh adalah rahasia Allah swt yang tidak dapat kita duga kedatangannya. Banyak insan menjadi resah tak berujung, saat usia kian bertambah namun jodoh tak juga datang menghampiri. Sementara di luar sana, teman dan kerabat tak henti bertanya kapan si lajang akan menikah? Orang tua pun sama, seolah tak mengerti kegundahan yang dirasa anaknya, desakan agar sang anak segera mengakhiri masa lajang bertubi-tubi dialamatkan.
Kegelisahan belum mendapatkan jodoh lebih sering kita temui menerpa muslimah. Ketika ditanya, apakah standar calon suami yang diharapkan terlalu tinggi? Rata-rata jawabannya adalah tidak. Sebab seiring bertambahnya usia, muslimah menjadi lebih arif dalam menentukan kriteria calon pasangan hidup. Ia tak lagi mendamba arjuna yang serba sempurna. Melainkan, standar idealis itu telah berubah menjadi realistis. Apapun resiko yang mungkin terjadi, akan siap dihadapi jika memang seseorang yang benar-benar apa adanya segera datang.
Namun, jika standar tinggi tak lagi dipatok dan seseorang itu tetap belum menampakkan tanda-tanda kedatangannya, salahkah muslimah jika belum juga menggenapkan setengah dien-nya?
Kuncinya: Tawakal
Seseorang yang belum juga menemukan jodohnya, hendaknya tidak serta merta berputus asa. Sebab sebagaimana kehidupan itu sendiri, jodoh adalah benar-benar sesuatu yang menjadi urusan Allah. Keyakinan bahwa janji Allah adalah pasti, mutlak terpatri di hati para muslimah. Maka, ketika hati merasa resah, perlu kiranya mengingat-ingat firman Allah swt,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)
Bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan adalah kekuasaan Allah. Maka, yang perlu diperkuat adalah keyakinan kepada Allah. Bahwa jodoh setiap insan insya Allah pasti ada. Siapa dia, ada di mana, dan kapan akan datang? Adalah rahasia Allah yang hanya Allah saja yang tahu. Satu keyakinan, bahwa Allah hanya akan mengirimkan orang yang tepat pada saat yang tepat dalam pandangan Allah.
Tawakal yang dapat berbuah manis hanyalah tawakal yang dapat melahirkan ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam menemukan pendamping hidup. Bukanlah dikatakan tawakal orang yang hanya diam terpaku menanti jodoh yang akan tiba-tiba datang. Akan tetapi, tawakal ialah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, “Ikatlah dahulu untamu, baru kamu bertawakal,” kepada seorang sahabat yang bergegas masuk masjid dengan meninggalkan untanya dalam keadaan tidak diikat dengan alasan bertawakal kepada Allah.
Begitulah tawakal. Penyerahan urusan secara total kepada Sang Pemilik Segala Urusan tanpa meninggalkan ikhtiar dengan sungguh-sungguh sesuai apa yang telah disyariatkan.
Jika sudah demikian, tak ada lagi resah, gelisah, juga galau yang mendera meski dalam usia menjelang senja namun jodoh tak jua tiba.
Jangan Abaikan Evaluasi
Alur kehidupan ini sebenarnyalah telah  digariskan oleh Allah Yang Maha Menentukan. Ada syariat yang menuntun pada jalan keselamatan selama menjalani kehidupan di dunia. Tak terkecuali skenario Allah bernama pernikahan.
Hanya saja, ketika perjalanan hidup kita rasa ada yang salah, bukanlah taqdir yang salah, melainkan kita sendiri yang harus mengevaluasi diri. Adakah yang kita jalani dalam kehidupan ini telah benar-benar sesuai dengan rambu-rambu yang Allah gariskan? Atau ada ambisi dan ego pribadi yang menjadikan skenario hidup kita tampak tak sesuai harapan?
Berkaitan dengan pendamping hidup yang terasa ‘Antara ada dan tiada’, berikut diantara hal-hal yang mesti menjadi bahan evaluasi para muslimah:
1.    Kelewat Fokus Dalam Karir
Tak dapat dipungkiri, ada diantara para muslimah yang dalam kesehariannya menjadi penopang perekonomian keluarga. Atau ada juga yang dari segi ekonomi termasuk dari kalangan keluarga yang kurang mampu. Sehingga untuk menutup biaya hidup, ia dituntut untuk fokus dalam karir. Hal ini membuat sebagian muslimah dalam usia mudanya benar-benar memfokuskan diri untuk bekerja dan bekerja. Sehingga ikhtiar ke arah pernikahan menjadi tidak terfikirkan. Ketika usia kian bertambah tua, biasanya kesadaran ke arah tersebut baru mulai ada.
2.    Kriteria Yang Terlalu Tinggi
Ingin memiliki pendamping hidup yang beriman, tampan, dan mapan adalah dambaan setiap muslimah. Ketika usia masih terbilang muda, banyak diantara muslimah yang mematok kriteria yang demikian ideal bagi lelaki yang ingin menjadi pendamping hidupnya. Akibatnya, laki-laki yang sebenarnya telah siap menikah dan ingin mengkhitbah menjadi mundur teratur begitu tahu sang muslimah memasang sederet kriteria yang tinggi mengawang-awang. Padahal Islam dengan segenap aturannya yang sempurna telah dengan lugas memberikan batasan-batasan kriteria laki-laki yang pantas untuk menikah. Bahkan jika laki-laki itu tak berharta melimpah sekalipun. Sebagaimana firman Allah swt,
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An Nuur:32)
3.    Mengabaikan Jalan Menemukan Pasangan
Melalui jalan mana jodoh itu akan datang, hanya Allah yang tahu. Namun seseorang tetap memerlukan eksistensi akan keberadaan diri serta kebaikan-kebaikannya. Tak ada yang tahu ada seorang muslimah shalihah yang peduli dengan dakwah dan juga cakap berumah tangga, jika sang muslimah membatasi diri dari pergaulan, terutama dengan orang-orang shalih. Maka, banyak bergaul dan beraktivitas dengan orang-orang shalih mutlak dilakukan oleh siapapun, tak terkecuali para muslimah. Sebab, jodoh yang baik akan ditemukan di lingkaran orang-orang yang juga baik, dan sama-sama melakukan aktivitas kebaikan.

Saatnya Berdamai dengan Keadaan
Segenap usaha disertai penyerahan diri secara total kepada Allah telah dilakukan. Evaluasi pun telah dilaksanakan hingga melahirkan suatu perubahan diri. Namun, jodoh yang dinanti tak jua datang menghampiri. Jika itu terjadi, tetaplah berbaik sangka kepada Allah. Sebab, Allah akan mengikuti prasangka hamba-Nya. Dan jangan sedikit pun kita berputus asa dari rahmat Allah ketika sesuatu yang menjadi harapan tak kunjung berwujud menjadi kenyataan. Kuatkan terus menerus dalam hati, bahwa Allah tak pernah ingkar janji. Dan itu akan menjadi keistimewaan tersendiri di mata Allah yang dapat membuahkan ganjaran pahala.
Yang tak kalah penting adalah berdamai dengan keadaan dan terus berpikir positif. Bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan sekecil apapun usaha hamba-Nya dalam meraih sesuatu yang mengantarkan pada kebaikan hidup di dunia maupun di akhirat. Termasuk usaha menemukan pasangan untuk bersama-sama menggenapkan setengah dien melalui sebuah pernikahan barakah. Wallahu’alam.
Read More
Gudang

Kisah Nyata: Wanita Ahli Syukur Di Sudut Yogjakarta



Sembilan tahun yang lalu diriku bertemu dengannya untuk yang pertama kali. Perkenalan ini terjadi karena suaminya adalah teman daurah suamiku di salah satu masjid di Yogjakarta. “Dik, besok kita silaturahmi ke rumah teman mas yang di Wukirsari ya,” kata suamiku suatu hari. “Insya Allah, tapi habis Ashar ya Mas,” jawabku sambil menyetrika pakaian yang masih menumpuk.
“Sudah siap Dik? Jangan lupa bawa oleh-oleh buat anak-anak mereka yang masih kecil-kecil,” ajak suamiku selepas dari masjid. “Ya tunggu sebentar Mas,” sahutku dari dalam dapur sambil memasukkan roti yang aku beli tadi pagi. Akhirnya kami pun berangkat dengan sepeda motor, setelah melewati beberapa desa dan persawahan yang mulai tampak menghijau, akhirnya kami pun sampai di depan rumah bambu yang kecil dan sederhana. Setelah bertanya pada seorang anak kecil yang sedang bermain di bawah pohon mangga di samping rumah itu, kami pun mengetuk pintu rumah yang terbuat dari kayu yang sudah melapuk.
“Assalammu’alaikum,”.  Terdengar suara orang membuka pintu sambil menjawab, “Wa’alaikumussalam, Masya Allah Akh Farid, lama gak jumpa, gimana kabarnya,” sambil digenggamnya tangan suamiku dengan erat. “Nisa, Aisyah, ajak Tante masuk ke dalam ya, bilang sama Umi ada tamu,” kata lelaki itu pada kedua gadis kecil yang berdiri di dekatnya. “Baik Bi..,” jawab gadis kecil yang berusia sekitar 5 tahun sambil lari ke dalam, kemudian aku pun masuk mengikuti gadis yang lebih tua ke ruangan dalam.
Di belakang tirai bambu yang tergantung di tengah ruangan sebagai pemisah antara ruang tamu dan ruang dalam itu telah berdiri seorang perempuan kurus berpakaian sederhana dan berkerudung coklat yang sudah memudar warnanya, seperti kerudung kedua gadis kecilnya. Ia tersenyum ramah menyambutku. Dia memelukku seolah-olah kami sudah pernah bertemu. “Silakan masuk Dik, maaf saya tinggal sebentar ya,” katanya mempersilakan aku duduk di tikar berukuran 1×2 meter yang sudah mulai rusak sana sini terhampar dilantai tanah yang diratakan sambil menuju ke dapur.
Belum sempat saya menjawab, dia sudah datang dengan dua gelas air teh dan sepiring roti, oleh-oleh yang kami bawa. “Mari diminum,” katanya mempersilahkan. “Aisyah antar ini buat Abi sama Om ya,” katanya sambil menyodorkan sepering roti dan dua gelas teh yang lain. Nisa, yang dusuk dekat ibunya, setelah minum teh tiba-tiba berkata, “Umi, kenapa tehnya kok gak manis, Umi lupa kasih gula ya?,” tanyanya seolah mewakili rasa penasaranku juga saat meminum teh tadi. Ibunya tersenyum sambil mencubit pipi kurusnya, berkata, “Gulanya habis, tidak apa-apa ya sekarang minum teh pahit, nanti kalau Allah sudah memberi rezeki lag, kita beli gula biar tehnya manis kaya kamu, makanya kamu jangan lupa berdoa pada Allah ya.” Gadis kecil yang lucu itupun mengangguk, dengan suara lucu ia berdoa, “Ya Allah beri kami rejeki buat beli gula biar tehnya menjadi manis.” Akupun tersenyum sambil menyahut, “Aamiin,”.
Dalam hatiku sempat ada rasa malu, membandingkan keadaan diriku dengan dirinya, jauh rasanya. Kami kadang-kadang membuang teh manis hanya karena kami sudah tidak berkeinginan lagi meminumnya, dan saat tamu datangpun apa yang kami suguhkan terasa kurang pantas karena takut dianggap tidak mampu menjamu. Kejadian seperti ini mungkin sudah biasa terjadi dalam keseharian mereka, karena Hassan, ayah mereka hanya seorang tukang sablon di sebuah toko kecil yang penghasilannya tidak seberapa, dan Mbak Tien, begitu aku memanggilnya, menjahit kecil-kecilan di rumah, itupun dilakukan saat dia sehat. Karena yang saya tahu dari teman saya yang lain, dia memang sering terserang sakit perut yang hebat. Beberapa kali periksa ke Puskesmas, dokter menyarankan untuk memeriksa ke dokter spesialis kandungan, tetapi karena tidak adanya uang, maka itupun berlalu begitu saja. Setiap kali dia mengalami sakit, dia meminum beberapa butir habbatussauda yang dicampur dengan madu yang dia dapatkan dari seorang teman sebagai obat sunnah. Alhamdulillah dengan meminum itu sakitnya mulai berkurang.
Kembali lagi ke percakapan kami, dengan ditemani Nisa yang belajar menulis huruf ABC di sebuah kertas yang tampak lusuh, dan Aisyah juga sibuk mengerjakan soal matematika di kertas yang lain, seolah menjawab pertanyaan saya Mba Tien berkata, “Mereka sedang belajar, kami pakai sistem homeschooling, lebih murah dan alhamdulillah hasilnya juga lumayan. Saya sendiri yang mengajari mereka tiap sore.” Saya hanya mengangguk-angguk, tidak terbayang di jaman seperti ini masih ada orang yang tidak mampu sekolah walaupu setingkat sekolah dasar.
Tapi meskipun begitu, sepanjang kami mengobrol tidak sedikitpun dia menyinggung tentang pekerjaan kami, ataupun sekedar, mengungkapkan perasaan iri dengan keadaan orang-orang di sekitarnya. Dia hanya bercerita, “Rumah tangga adalah sarana untuk ibadah, kita sudah seharusnya selalu berpikir bagaimana dari dalam rumah kita terlahir hati-hati yang tulus yang senatiasa bersyukur pada Allah atas apapun yang telah Allah tetapkan.” “Rejeki, berapapun kita dapatkan adalah ketetapan Allah, jadi pandai-pandailah kita bersyukur, jangan terlalu membandingkan dengan teman-teman kita yang mungkin telah diberikan rejeki lebih,” lanjutnya sambil tersenyum.
Aku merasa malu dengan diriku sendiri, keadaanku yang tentunya jauh lebih baik dari dia, kadang merasa masih kurang segalanya. Bahkan kadang masih menuntut suamiku untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dan tak jarang wajah ini cemberut melihat teman punya baju baru maupun peralatan baru, sementara aku tak memiliki atau mendapatkannya.
Sore itu aku pamit dan berterimakasih atas apa yang telah kami perbincangkan, satu pertemuan yang tidak pernah terlupakan, tak lupa kuselipkan uang seratus ribu ke tangan Nisa, “Ini adalah rejeki dari Allah yang dititipkan lewat Tante atas doa Nisa yang barusan,” kataku sambil tersenyum. “Terimakasih Tante,” jawabnya lucu.
Sembilan tahun telah berlalu, hari ini kami kembali bertemu, dia sudah pindah dari rumah lamanya, memang lebih baik dari rumah yang lama, tapi perabotan yang kulihat masihlah perabotan yang sama. Hanya sekarang ada dua kursi kayu yang sudah tua umurnya dan kayunya sudah mulai mengelupas, serta tempat duduknya sudah mulai tidak rata.
Kabar terakhir yang kami terima, sebulan yang lalu dia sakit lagi dan sempat dirawat di rumah sakit seminggu lamanya. Untuk biaya pengobatanpun beberapa teman mengumpulkan uang untuk membayar biaya rumah sakit. Juga karena kondisi keuangan, ada beberapa tes pemeriksaan yang terpaksa tidak dapat dijalaninya, sementara obat yang dibutuhkannya pun hanya mampu ditebus setengah dari resepnya.
Mendengar semua itu, pada saat aku mengetuk pintu, aku membayangkan sebuah wajah sedih yang akan penuh dengan keluh kesah dan hilang kesabaran akan keadaan hidupnya yang tidak berubah.
Tetapi apa yang kutemui saat dia membuka pintu, wajah kurus yang makin tampak kurus terlihat jelas dari balik kerudungnya, kerudung yang sama saat aku bertemu dengannya sembilan tahun yang lalu, tetap mampu mengembangkan senyum ramah dan penuh kedamaian yang sama. Saat aku bertanya bagaimana kondisi kesehatannya, sambil tersenyum dia berkata, “Alhamdulillah Allah mudahkan semuanya, meskipun belum sembuh benar sudah bisa aktivitas ringan.”
Padahal kulihat kelelahan yang sangat di wajahnya. Dengan kedamaian yang sama dia berujar lagi,”Alhamdulillah juga Allah telah menganugerahkan seorang suami yang sabar, senantiasa sabar merawat saya dan juga anak-anak yang penurut. Dan kami juga bersyukur, Aisyah sudah masuk pondo pesantren di Jawa Timur dan dapat predikat juara.”
Pelan kuusap airmata yang terasa mengambang di mataku, banyak hal yang harus kupelajari dari sosok kurus, sederhana, dan senantiasa bersyukur ini.
Penulis: Khadijah (dengan beberapa editan)
Read More

Monday 23 September 2013

Gudang

Sistem Tanam Legowo Mampu Tingkatkan Produktivitas Padi Abdya


Hasil ubinan panen Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi   (M-P3MI) di Desa Kepala Bandar, Kecamatan Susoh Kabupaten Abdya, Sabtu (10/9) menunjukkan peningkatan signifikan. Secara umum produktivitas rata-rata varietas Ciherang 10,2 ton GKP/ ha, meningkat dari hasil panen sebelumnya yang rata-rata 7,5 ton/ ha. Sedangkan di luar demfarm dengan penggunaan varietas Ciherang, Mekongga, Inpari 10 dan Inpari 13 memberikan produktivitas rata-rata   5,8 – 6,5 ton GKP/ ha.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh Ir. H. Basri A. Bakar, M.Si  menyebutkan keberhasilan tersebut selain faktor dukungan kelompok tani, juga karena pengaruh pola tanam sistem Legowo atau Jurong 2 : 1 yag terbukti dapat menambah populasi tanaman dibanding cara tanam biasa.  Disebutkan alat caplak roda hasil modifikasi BPTP telah membantu para petani untuk memudahkan cara tanam Jurong. “Saya berharap dengan dukungan Dinas dan Bapel Penyuluhan, alat caplak roda ini dapat diperbanyak di setiap BPP sehingga keluhan petani selama ini dapat diatasi,” papar Basri.
Dalam kesempatan tersebut Basri juga mengharapkan dukungan pemerintah kabupaten agar mengembangkan inovasi secara meluas, sehingga usahatani yang diterapkan dapat membuahkan hasil.  Menurut  Basri,  keberadaan BPTP merupakan perpanjangan tangan dari Badan Litbang Kementerian Pertanian yang berada di daerah, yang mengemban tugas untuk merakit teknologi spesifik lokasi. “Kegiatan M-P3MI merupakan kegiatan percontohan yang dapat memberikan motivasi baru bagi petani dalam  pengembangan pertanian di Kabupaten Abdya”, ujarnya.
Ditambahkan, selain mendukung program empat sukses Kementan, kegiatan ini dapat menjadi model bagi kelompoktani untuk dapat saling belajar, karena ada kegiatan pelatihan yang dilaksanakan baik bagi petani maupun penyuluh.
Lebih lanjut Basri berharap walaupun hasil ubinan memberikan produktivitas yang meningkat, namun petani harus mencoba lagi pada musim tanam berikutnya. “Mungkin Inpari-10 kurang adaptif dan tidak sesuai dengan agro ekosistem wilayah, tapi ke depan kita akan kembangkan varietas yang lebih tahan dan toleran terhadap ekosistem wilayah”, paparnya.
Sementara itu menurut koordinator BPP Susoh, Yuliani, S.P. Pihaknya terus berupaya dalam melakukan pembinaan serta sosialisasi termasuk dinamika dan manajemen kelompok. Ia berjanji alat caplak roda dapat diperbanyak pada musim tanam berikutnya. “Saya yakin petani lebih serius dalam mengadopsi inovasi yang diperkenalkan BPTP, karena telah melihat langsung hasilnya,” ujarnya.
Acara panen raya di areal demfarm seluas 5 ha tersebut selain dihadiri Kepala BPTP Aceh, juga hadir Asisten II Bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Drs. Thamrin, Kadistannak Drh. Adusmin Umar, Kepala Bapel Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Ir. Adianur, Kapolsek/ Dandim Susoh, para penyuluh, kelompok tani dan masyarakat sekitar. “Kami berharap tahun depan BPTP masih melanjutkan pembinaannya,” ujar M. Yasin Banta Kepala Desa Kepala Bandar  yang juga salah seorang petani kooperator kelompok tani Rawa Sakti.
Read More
Gudang

Sejarah Kota Lhokseumawe


Asal kata Lhokseumawe adalah “ Lhok” dan “Seumawe”. Lhok artinya dalam, teluk, palung laut dan Seumawe artinya air yang berputar-putar atau pusat dan mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keterangan lain juga menyebutkan nama Lhokseumawe berasal dari nama Teungku yaitu Teungku Lhokseumawe, yang dimakamkan dikampung Uteun Bayi, merupakan kampung tertua di Kecamatan Banda Sakti.
Sebelum abad ke XX negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai, Lhokseumawe menjadi daerah takluknya dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Controleur atau Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke XX itu, diantara seluruh daratan aceh,salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km2 yang dipisahkan sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Penghubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda Pulau Kecil dengan desa-desa kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteun Bayi dan Kampung Ujong Blang dan keseluruhan baru berpenduduk 5.500 jiwa, secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga Pemerintahan.
Masa penduduk Jepang, Zelf Bestuurder Lhokseumawe tidak lagi dipegang Maharaja, tetapi mulai tahun 1942 s/d 1946 dipegang putranya Teuku Baharuddin.
Sejak Proklamasi kemerdekaan, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk sistematik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder van Cunda. Penduduk didaratan ini semakin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Lhoksukon, Blang Jruen, Nisam dan Cunda serta Pidie.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, berpeluang peningkatan status Lhokseumawe menjadi Kota Administrasif. Dengan Nota Dinas Bupati Kepala Daerah Tk. II Aceh Utara Nomor 125/50/80 Tanggal 12 Mei 1980, Drs. Mahyiddin AR ditunjuk sebagai Ketua Tim Perencana Kota Lhokseumawe menjadi Kota Administratif dibawah arahan Bupati Aceh Utara Kolonel H. Ali Basyah.
Pada Tanggal 14 Agustus 1986 Pembentukan Kota Administratif (Kotif) Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987 dengan Walikotif perdananya Bapak Drs. H. Mahyiddin AR yang dilantik oleh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Prof. DR Ibrahim Hasan, MBA.
Dengan peresmian dan pelantikan Walikotif, secara derujee dan defacto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253.87 km2 yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, yaitu:
  • Kecamatan Banda sakti
  • Kecamatan Muara Dua
  • Kecamatan Dewantara
  • Kecamatan Muara Batu
  • Kecamatan Blang Mangat
Pada tanggal 31 Oktober 1992 Pejabat Walikota (Drs. Mahyiddin AR) meninggal dunia dan dilanjutkan oleh Sekretaris Kotif sebagai pelaksana tugas H. Syuib Nursyah, SH. Kemudian pada tanggal 29 Juni 1994 jabatan Walikotif definitif dijabat oleh Drs. Muhammad Usman dibawah Bupati Kepala Daerah Tk. II Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah, SE. Selanjutnya mulai tanggal 11 Juni 1996 dijabat oleh Drs. Rachmatsyah dibawah kepemimpinan Bupati Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah, SE.
Sejak tanggal 1988 Bupati Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah SE menggagas peningkatan status Kotip Lhokseumawe untuk menjadi Kotamadya, kemudian, pada tahun 2000 Bupati Aceh Utara, Tarmizi A. Karim, merekomendasi peningkatan status itu bersama pimpinan DPRD Aceh Utara yang diketuai H. Saifuddin Ilyas. Atas dukungan Gubernur Aceh mulai Prof. DR. Syamsudin Mahmud, Penjabat Gubernur H. Ramli Ridwan, SH, dan Gubernur Ir. H. Abdullah Puteh,MSi, serta penyampaian visi misi kota ke Dep. Dalam Negeri, dan DPR-RI oleh Walikotif Drs. H. Rachmatsyah, kemudian lahir UU No 2 Tahun 2001, tentang pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001, yang ditandatangani Presiden RI H. Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup 3 (tiga) Kecamatan, yaitu :
  • Kecamatan Banda Sakti
  • Kecamatan Muara Dua
  • Kecamatan Blang Mangat
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Hari Sabarno meresmikan Pemko Lhokseumawe bersama 12 Kabupaten / Kota seluruh Indonesia. Selanjutnya pada Tanggal 2 Nopember 2001 bertempat di Banda Aceh, Gunernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ir. H. Abdullah Puteh melantik Drs. H. Rachmatsyah MM sebagai Pejabat Walikota Lhokseumawe perdana yang sampai saat ini masih bertugas. Pada tanggal 23 Desember 2001 perangkat Pemko Lhokseumawe meliputi Sekretariat Daerah, Bawasda, Bappeda, Dinas Pendapatan, Dinas Kesehatan, Dinas Kimpraswil, Dinas PSDA dan Kelautan, Dinas P dan K, Kantor Sanitasi Kebersihan dan Pertamanan, dan Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, serta Kecamatan Blang Mangat, dibentuk, dikukuhkan dan diisi jabatan struktural, sehingga mulai tahun Anggaran 2002 Daerah Otonom baru Kota Lhokseumawe telah eksis.
Read More
Gudang

Sejarah Kota Banda Aceh


SEJARAH BANDA ACEH 

Banda Aceh atau Banda Aceh Darussalam telah dikenal sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1205 dan merupakan salah satu kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Kota ini didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan 601H (22 April 1205) oleh Sultan Alaidin Johansyah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri. Berdasarkan hal tersebut maka diaturlah Peraturan Daerah Aceh Nomor 5 Tahun 1988 yang menetapkan tanggal 22 April 1205 sebagai tanggal berdirinya kota tersebut. 

Banda Aceh Darussalam pernah menderita kehancuran pada waktu pecah "Perang Saudara" antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.

Selain itu dalam beberapa catatan sejarah, diketahu bahwa Laksamana dari kerajaan Cina, Cheng Ho pernah singgah di Banda Aceh dalam ekspedisi pertamanya antara tahun 1405 - 1407 setelah singgah terlebih dahulu di Palembang. Pada saat itu kerajaan Aceh dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Pada saat itu Cheng Ho memberikan lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh. 

Pada saat terjadi perang melawan ancaman kolonialisme, Banda Aceh menjadi pusat perlawanan Sultan dan rakyat Aceh selama 70 tahun sebagai jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Setelah rakyat Aceh kalah dalam peperangan ini maka diatas puing kota ini pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Kutaraja yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Van Swieten di Batavia denganbeslit yang bertanggal 16 Maret 1874. 

Pergantian nama ini banyak terjadi pertentangan di kalangan para tentara Kolonial Belanda yang pernah bertugas dan mereka beranggapan bahwa Van Swieten hanya mencari muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para pejuang Aceh dan mereka meragukannya. 

Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43 

Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan hasil SPAN2005 (Population Census in Aceh and Nias, 2005) jumlah penduduk Kota Banda Aceh pasca tsunami adalah sebesar 177.881 jiwa. 

WALIKOTA BANDA ACEH 

Setiap kota sudah pasti punya walikota yang memimpinnya. Begitu pula dengan Kota Banda Aceh. Walikota Banda Aceh yang sekarang adalah Mawardi Nurdin. Ia terpilih dalam Pilkada pada 11 Desember 2006, yang berpasangan dengan Illiza Saaduddin Djamal (politisi Partai Persatuan Pembangunan). Sebelumnya, Mawardi yang merupakan Kepala Dinas Perkotaan dan Permukiman Kota Banda Aceh, juga pernah menjabat sebagai Pejabat Sementara (PjS) Walikota Banda Aceh yang dilantik Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Azwar Abubakar pada 8 Februari 2005. Pelantikan itu sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.21/52/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Walikota Banda Aceh. Mawardi Nurdin menjabat sebagai Walikota Banda Aceh setelah wali kota sebelumnya Syarifudin Latief dipastikan meninggal dunia akibat bencana tsunami. Dalam surat keputusan itu juga disebutkan masa menjabat sebagai PjS Walikota Banda Aceh paling lama enam bulan sejak pelantikan. 

Tapi ada yang tau nggak sih siapa wali kota pertama kota banda aceh…??? 

Kita tanya om google aja yok,,, hehehe,, Wali Kota pertama Banda Aceh adalah Teuku Ali Basyah. Ia menjadi wali kota sejak tahun 1957 sampai tahun 1959. 

Pada awalnya hanya ada 4 kecamatan di Kota Banda Aceh yaitu Meuraksa, Baiturrahman, Kuta Alam dan Syiah Kuala. Kemudian berkembang menjadi 9 kecamatan yaitu: Baiturrahman, Banda Raya, Jaya Baru, Kuta Alam, Kuta Raja, Lueng Bata, Meuraksa, Syiah Kuala, Ulee Kareng. 

Sampai di sini dulu ya pembahasan tentang Kota Banda Aceh. Jangan lupa ikuti terus  karena masih ada  kota-kota lain lagi di Nanggroe Aceh yang akan kita bahas.
Read More
Gudang

Keajaiban Di balik Nama INDONESIA


Indonesia adalah negeri yang pernah di jajah selama 350 tahun lamanya. Indonesia baru bisa melepaskan diri dari belenggu penjajah pada tahun 1945. Berawal dari kemerdekaan ini lah, muncul sebuah hasil perhitungan yang saya dapat dari guru saya sendiri, dimana beliau sendiri tidak mengetahui dari mana asalnya keajaibanini datang. Apakah ini memang sudah dirancang khusus oleh para pendiri bangsa indonesia atau kah hanya sekedar kebetulan saja.

 Mari kita perhatikan huruf yang menyusun kata Indonesia dibawah ini :

              I    : merupakan huruf ke 9 dari alfabeth 
              N   : merupakan huruf ke 14 dari alfabeth 
              D   : merupakan huruf ke 4 dari alfabeth 
              O   : merupakan huruf ke 15 dari alfabeth 
              N   : merupakan huruf ke 14 dari alfabeth 
              E    : merupakan huruf ke 5 dari alfabeth 
              S    : merupakan huruf ke 19 dari alfabeth 
              I    : merupakan huruf ke 9 dari alfabeth 
             A   : merupakan huruf ke 1 dari alfabeth


Dari semua angka di atas, yang keluar hanyalah angka "1 9 4 5"
Dan jika kita jumlahkan semua angka dari kata "INDONESIA" di atas, jumlahnya 90.
Dalam al-Qur an, surat ke 90 adalah surat Al-Balad yang berarti Negeri.
Ini memerlukan sebuah pengkajian yang lebih mendalam, apakah ini hanya sebuah kebetulan 
atau memang sudah dirancang sebelumnya??!!
Kalau pun dikatakan sudah ada yang merancang, siapakah yang merancang itu semua?

wallahu a'lam..
Read More