Test Footer 1

Showing posts with label Atjeh. Show all posts
Showing posts with label Atjeh. Show all posts

Monday 23 September 2013

Gudang

Sejarah Kota Lhokseumawe


Asal kata Lhokseumawe adalah “ Lhok” dan “Seumawe”. Lhok artinya dalam, teluk, palung laut dan Seumawe artinya air yang berputar-putar atau pusat dan mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keterangan lain juga menyebutkan nama Lhokseumawe berasal dari nama Teungku yaitu Teungku Lhokseumawe, yang dimakamkan dikampung Uteun Bayi, merupakan kampung tertua di Kecamatan Banda Sakti.
Sebelum abad ke XX negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai, Lhokseumawe menjadi daerah takluknya dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Controleur atau Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke XX itu, diantara seluruh daratan aceh,salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km2 yang dipisahkan sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Penghubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda Pulau Kecil dengan desa-desa kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteun Bayi dan Kampung Ujong Blang dan keseluruhan baru berpenduduk 5.500 jiwa, secara jamak disebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga Pemerintahan.
Masa penduduk Jepang, Zelf Bestuurder Lhokseumawe tidak lagi dipegang Maharaja, tetapi mulai tahun 1942 s/d 1946 dipegang putranya Teuku Baharuddin.
Sejak Proklamasi kemerdekaan, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk sistematik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder van Cunda. Penduduk didaratan ini semakin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Lhoksukon, Blang Jruen, Nisam dan Cunda serta Pidie.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, berpeluang peningkatan status Lhokseumawe menjadi Kota Administrasif. Dengan Nota Dinas Bupati Kepala Daerah Tk. II Aceh Utara Nomor 125/50/80 Tanggal 12 Mei 1980, Drs. Mahyiddin AR ditunjuk sebagai Ketua Tim Perencana Kota Lhokseumawe menjadi Kota Administratif dibawah arahan Bupati Aceh Utara Kolonel H. Ali Basyah.
Pada Tanggal 14 Agustus 1986 Pembentukan Kota Administratif (Kotif) Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987 dengan Walikotif perdananya Bapak Drs. H. Mahyiddin AR yang dilantik oleh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Prof. DR Ibrahim Hasan, MBA.
Dengan peresmian dan pelantikan Walikotif, secara derujee dan defacto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253.87 km2 yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, yaitu:
  • Kecamatan Banda sakti
  • Kecamatan Muara Dua
  • Kecamatan Dewantara
  • Kecamatan Muara Batu
  • Kecamatan Blang Mangat
Pada tanggal 31 Oktober 1992 Pejabat Walikota (Drs. Mahyiddin AR) meninggal dunia dan dilanjutkan oleh Sekretaris Kotif sebagai pelaksana tugas H. Syuib Nursyah, SH. Kemudian pada tanggal 29 Juni 1994 jabatan Walikotif definitif dijabat oleh Drs. Muhammad Usman dibawah Bupati Kepala Daerah Tk. II Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah, SE. Selanjutnya mulai tanggal 11 Juni 1996 dijabat oleh Drs. Rachmatsyah dibawah kepemimpinan Bupati Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah, SE.
Sejak tanggal 1988 Bupati Aceh Utara H. Karimuddin Hasybullah SE menggagas peningkatan status Kotip Lhokseumawe untuk menjadi Kotamadya, kemudian, pada tahun 2000 Bupati Aceh Utara, Tarmizi A. Karim, merekomendasi peningkatan status itu bersama pimpinan DPRD Aceh Utara yang diketuai H. Saifuddin Ilyas. Atas dukungan Gubernur Aceh mulai Prof. DR. Syamsudin Mahmud, Penjabat Gubernur H. Ramli Ridwan, SH, dan Gubernur Ir. H. Abdullah Puteh,MSi, serta penyampaian visi misi kota ke Dep. Dalam Negeri, dan DPR-RI oleh Walikotif Drs. H. Rachmatsyah, kemudian lahir UU No 2 Tahun 2001, tentang pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001, yang ditandatangani Presiden RI H. Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup 3 (tiga) Kecamatan, yaitu :
  • Kecamatan Banda Sakti
  • Kecamatan Muara Dua
  • Kecamatan Blang Mangat
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Hari Sabarno meresmikan Pemko Lhokseumawe bersama 12 Kabupaten / Kota seluruh Indonesia. Selanjutnya pada Tanggal 2 Nopember 2001 bertempat di Banda Aceh, Gunernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ir. H. Abdullah Puteh melantik Drs. H. Rachmatsyah MM sebagai Pejabat Walikota Lhokseumawe perdana yang sampai saat ini masih bertugas. Pada tanggal 23 Desember 2001 perangkat Pemko Lhokseumawe meliputi Sekretariat Daerah, Bawasda, Bappeda, Dinas Pendapatan, Dinas Kesehatan, Dinas Kimpraswil, Dinas PSDA dan Kelautan, Dinas P dan K, Kantor Sanitasi Kebersihan dan Pertamanan, dan Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, serta Kecamatan Blang Mangat, dibentuk, dikukuhkan dan diisi jabatan struktural, sehingga mulai tahun Anggaran 2002 Daerah Otonom baru Kota Lhokseumawe telah eksis.
Read More
Gudang

Sejarah Kota Banda Aceh


SEJARAH BANDA ACEH 

Banda Aceh atau Banda Aceh Darussalam telah dikenal sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1205 dan merupakan salah satu kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Kota ini didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan 601H (22 April 1205) oleh Sultan Alaidin Johansyah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri. Berdasarkan hal tersebut maka diaturlah Peraturan Daerah Aceh Nomor 5 Tahun 1988 yang menetapkan tanggal 22 April 1205 sebagai tanggal berdirinya kota tersebut. 

Banda Aceh Darussalam pernah menderita kehancuran pada waktu pecah "Perang Saudara" antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.

Selain itu dalam beberapa catatan sejarah, diketahu bahwa Laksamana dari kerajaan Cina, Cheng Ho pernah singgah di Banda Aceh dalam ekspedisi pertamanya antara tahun 1405 - 1407 setelah singgah terlebih dahulu di Palembang. Pada saat itu kerajaan Aceh dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Pada saat itu Cheng Ho memberikan lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh. 

Pada saat terjadi perang melawan ancaman kolonialisme, Banda Aceh menjadi pusat perlawanan Sultan dan rakyat Aceh selama 70 tahun sebagai jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Setelah rakyat Aceh kalah dalam peperangan ini maka diatas puing kota ini pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Kutaraja yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Van Swieten di Batavia denganbeslit yang bertanggal 16 Maret 1874. 

Pergantian nama ini banyak terjadi pertentangan di kalangan para tentara Kolonial Belanda yang pernah bertugas dan mereka beranggapan bahwa Van Swieten hanya mencari muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para pejuang Aceh dan mereka meragukannya. 

Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43 

Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan hasil SPAN2005 (Population Census in Aceh and Nias, 2005) jumlah penduduk Kota Banda Aceh pasca tsunami adalah sebesar 177.881 jiwa. 

WALIKOTA BANDA ACEH 

Setiap kota sudah pasti punya walikota yang memimpinnya. Begitu pula dengan Kota Banda Aceh. Walikota Banda Aceh yang sekarang adalah Mawardi Nurdin. Ia terpilih dalam Pilkada pada 11 Desember 2006, yang berpasangan dengan Illiza Saaduddin Djamal (politisi Partai Persatuan Pembangunan). Sebelumnya, Mawardi yang merupakan Kepala Dinas Perkotaan dan Permukiman Kota Banda Aceh, juga pernah menjabat sebagai Pejabat Sementara (PjS) Walikota Banda Aceh yang dilantik Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Azwar Abubakar pada 8 Februari 2005. Pelantikan itu sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.21/52/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Walikota Banda Aceh. Mawardi Nurdin menjabat sebagai Walikota Banda Aceh setelah wali kota sebelumnya Syarifudin Latief dipastikan meninggal dunia akibat bencana tsunami. Dalam surat keputusan itu juga disebutkan masa menjabat sebagai PjS Walikota Banda Aceh paling lama enam bulan sejak pelantikan. 

Tapi ada yang tau nggak sih siapa wali kota pertama kota banda aceh…??? 

Kita tanya om google aja yok,,, hehehe,, Wali Kota pertama Banda Aceh adalah Teuku Ali Basyah. Ia menjadi wali kota sejak tahun 1957 sampai tahun 1959. 

Pada awalnya hanya ada 4 kecamatan di Kota Banda Aceh yaitu Meuraksa, Baiturrahman, Kuta Alam dan Syiah Kuala. Kemudian berkembang menjadi 9 kecamatan yaitu: Baiturrahman, Banda Raya, Jaya Baru, Kuta Alam, Kuta Raja, Lueng Bata, Meuraksa, Syiah Kuala, Ulee Kareng. 

Sampai di sini dulu ya pembahasan tentang Kota Banda Aceh. Jangan lupa ikuti terus  karena masih ada  kota-kota lain lagi di Nanggroe Aceh yang akan kita bahas.
Read More

Thursday 27 June 2013

Gudang

Tak Tahan Persaingan, Artis Asal Aceh Ini 'Minggat' Dari Jakarta


Jakarta - Bagi artis peran Hemalia Putri, persaingan bisnis di Jakarta ketat. Karena itu, ia memilih membuka butiknya di luar Ibu Kota.

Perempuan yang sering menghiasi layar kaca melalui sinetron religi tersebut akhirnya memilih Batam untuk mengembangkan sayap bisnis yang digelutinya. 

"Perkembangannya di sana bagus. Jadinya, sekarang harus bolak-balik Jakarta-Batam," kata Helmalia di sela shooting sinetron seri 3 Semprul Mengejar Surga, yang dilangsungkan di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2013). 

Wanita kelahiran Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam, 13 April 1983, ini mengaku pernah memiliki butik di Jakarta sebelumnya. "Karena enggak sempat ngurusin, jadi aku pikir berhenti dulu," ceritanya. 

Hal buruk juga pernah dialaminya ketika membuka butik di Jakarta. "Kemarin ada pengalaman buruk juga, jadi belajar dari yang kemarin, sempat kejadian barang hilang," keluhnya. 

Untuk menjalankan butiknya di Batam, ia belajar dari pengalamannya berbisnis di Jakarta. "Ya, harus ada orang tepercaya buat ngurus keuangan, terus urus barang juga kan. Sekarang sih urus sendiri," ujarnya.
Read More

Tuesday 25 June 2013

Gudang

Kejutan buat Ronaldo di Bali, Saat Reuni dengan Martunis

martunis bersama CR7                                   martunis bersama timnas portugal

Bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, akan kembali dipertemukan dengan anak Aceh korban tsunami, Martunis. Demikian disampaikan Direktur Artha Graha Networks, Wisnu Tjandra, yang juga selaku pengundang Ronaldo.

Ronaldo sudah datang di Bali, Selasa (25/6/2013) malam. Ia langsung menuju ke penginapannya di daerah Nusa Dua untuk melakukan santap malam.

Menurut Wisnu, pihaknya akan mengadakan gala dinner untuk penyambutan Ronaldo pada Rabu (26/6/2013) di Kharisma Ballroom Discovery Kartika Plaza Hotel di Kuta.

Salah satu paket kejutan disiapkan buat Ronaldo. Menurut Wisnu, pihaknya akan mempertemukan bintang sepak bola asal Portugal itu dengan Martunis. Ia sudah pernah bertemu Ronaldo sebelumnya.

Martunis merupakan bocah korban tsunami Aceh yang ditemukan selamat mengenakan kaus tim Portugal setelah berhari-hari terapung-apung di laut. Ronaldo datang ke Aceh pasca-tsunami dan bertemu dengan Martunis yang kini sudah beranjak remaja dan gemar bermain sepak bola.
                                                   CR7 bersama JK saat berkunjung Ke Aceh

"Kami akan pertemukan Martunis dengan Ronaldo saat menanam mangrove (bakau). Itu seperti reuni," ungkap Wisnu. [saed]

Ronaldo bertemu Fans di Ulee Lheu, Banda Aceh (foto1), Ronaldo bersama Martunis anak aceh (foto2)
Read More

Thursday 6 June 2013

Gudang

Orang Aceh bisa Berobat Gratis di Seluruh Indonesia, Hanya Bermodal KTP ACEH


DIMANAPUN ada orang Aceh, jika sakit dan sangat emergency cukup datang ke rumah sakit terdekat di seluruh Indonesia, hanya perlihatkan KTP atau KK dari Aceh kepada petugas PT. Askes untuk mendapatkan pelayanan gratis melalui Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
Warga Aceh yang sakit tak perlu lagi pusing memikirkan uang, apalagi sampai-sampai menjual harta benda untuk berobat ke rumah sakit. Hanya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), mereka dapat memeroleh pelayanan kesehatan secara gratis di rumah-rumah sakit dan puskesmas.
Fasilitas gratis ini terwujud berkat diterapkannya program asuransi Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) oleh pemerintah provinsi Aceh. Sejak 2010, Program jaminan kesehatan ini telah efektif diberlakukan. Pemerintah Aceh menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Askes sebagai mitra dalam program JKA tersebut.
Warga yang tercatat sebagai penduduk provinsi Aceh hanya perlu memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga saat hendak berobat gratis di puskesmas, rumah sakit di Aceh maupun luar Aceh. Program JKA juga tidak membatasi jenis penyakit apa yang diderita oleh penduduk Aceh.
Direktur utama PT Asuransi kesehatan (Askes) I Gede Subawa, menyatakan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) telah memberi kemudahan bagi masyarakat karena tidak lagi memikirkan biaya jika sakit.
"Masyarakat Aceh tentunya bersyukur dengan program spektakuler yang digagas pemerintah provinsi. Sabab, hanya berbekal KTP dan KK sudah bisa berobat gratis di puskesmas dan rumah sakit. Saya berharap apa yang telah diterapkan di Aceh melalui program asuransi JKA ini bisa menjadi contoh dan model untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia," kata I Gede.
Program JKA ini tidak memandang status sosial atau profesi. Program ini juga tidak membatasi keluarga PNS, swasta, TNI dan Polri yang tidak tertanggung oleh asuransi lain, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
PT Askes akan mengelola dana sekitar Rp 241 miliar dari program JKA tersebut. Program jaminan kesehatan ini akan berlangsung selama enam bulan untuk segala macam penyakit. Jika program ini berlanjut, maka pemerintah Aceh dapat mengajukan adendum atau perubahan dengan PT Askes. Namun semuanya tergantung kebijakan pemerintah daerah setelah program ini berakhir.
PT Askes berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi peserta JKA. Baru Aceh yang pertama memberikan jaminan kesehatan kepada penduduknya. Sementara provinsi lain di Indonesia masih sebatas wacana, I Gede Subawa berharap ke depan bisa diikuti oleh daerah lain.
PT Askes berperan hanya sebagai pengelola, jika masa kerja sama itu berakhir dan dana sebesar sekitar Rp241 miliar masih tersisa maka pihaknya akan mengembalikan kepada Pemerintah Aceh.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dokter Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, menyatakan rumah sakit yang juga ditunjuk sebagai mitra dalam pelaksanaan program JKA sudah siap untuk melayani pengobatan gratis masyarakat.
RSUDZA adalah salah satu rumah sakit rujukan tingkat provinsi, yang akan menerima pasien peserta JKA yang akan dirujuk dari kabupaten/kota di provinsi itu.
"Kami juga berperan apabila ada warga Aceh yang bermasalah dengan kesehatannya dan tidak bisa ditanggulangi di RSUDZA, maka dapat mengajukan rujukan ke rumah sakit lain seperti ke Medan dan Jakarta," kata Taufik Mahdi.
Read More

Sunday 12 May 2013

Gudang

Ingin Nikah di Mesjid Raya, Oopss!!!!!! ini syarat nya

img:atjehpost

KEPALA Kaur Sekretariat Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh, H. Sofyan Hasyim, mengakui bahwa banyak warga yang ingin menikah disana. 

“Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat antusias menjadikan masjid ini sebagai tempat pelaksanaan akad nikah. Tiap tahunnya jumlah pasangan yang menikah di Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh, terus meningkat,” kata Sofyan Hasyim.


Ini dinilai karena banyak pasangan yang menganggap menikah di masjid ini lebih berkah dan merasa lebih afdhal. 


“Ketika mendaftar jadwal nikah di sini, banyak pasangan yang mengaku alasan nikah di Masjid Raya Baiturrahman, untuk lebih mendapat berkah. Tapi mungkin juga kalangan masyarakat menganggap ada kebanggaan tersendiri dengan melaksanakan menikah di Masjid Raya Baiturrahman," ujar sofyan.

"Walaupun pada dasarnya kelanggengan rumah tangga suatu pasangan tidak tergantung dari tempat nikahnya di mana,” tambahnya.


Menurutnya, rata-rata pasangan yang menikah di Masjid Raya Baiturrahman adalah warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.


“Kebanyakan yang menikah adalah warga sekitar sini. Cuma ada juga dalam sebulan, 2 atau 3 pasangan nikah yang berasal dari luar daerah, seperti dari Aceh Selatan, dan Aceh Timur dan tempat-tempat lain. Bahkan ada juga pasangan dari Jakarta yang menikah di sini,” kata Sofyan.

img:pkiranmerdeka

Pasangan yang ingin menikah di Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh, diharuskan mendaftar minimal 15 hari sebelum hari H.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Urusan Sekretariat Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh, H. Sofyan Hasyim, Minggu 17 Maret 2013.

“Untuk itu, pasangan nikah akan mengisi formulir yang disediakan pihak sekretariat masjid berikut dengan biaya tempat Rp300 ribu,” kata H. Sofyan Hasyim.

“Dalam hal ini, pihak masjid hanya memfasilitasi tempatnya saja. Urusan yang lain, tentu sudah diatur oleh KUA tempat tinggal pasangan nikah. Makanya, untuk biaya tempat sebanyak Rp300 ribu itu, untuk membayar petugas yang mengatur tempat,” ujarnya.

Biaya ini, kata dia, untuk yang petugas baca doa, yang baca Al-Quran, protokol, petugas kebersihan dan biaya administrasi pendaftarannya juga.

“Jumlah ini untuk semua kalangan. Jadi tidak benar jika ada kutipan di atas nilai tadi,” kata Sofyan.

Setiap bulannya, diberitakan sebanyak 80 pasangan menikah di Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh.

“Rata-rata dalam sebulan terdapat 80 pasangan yang melaksanakan akad nikah di Masjid Raya Baiturrahman. Dalam sehari, ada tiga atau dua pasangan,” kata H. Sofyan.

Menurut dia, pihaknya akan selalu memberikan pelayanan ekstra terhadap masyarakat yang menjadikan masjid kebanggaan masyarakat Aceh ini sebagai tempat pelaksanaan akad nikah. [mR]
Read More

Wednesday 8 May 2013

Gudang

14.970 Eks Mahasiswa Aceh Masih Pengangguran

Ilustrasi
Banda Aceh - Keberadaan lulusan perguruan tinggi yang tidak produktif mempengaruhi data pengangguran di Aceh. Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh merilis angka lulusan perguruan tinggi yang masih menganggur mencapai 14.970 orang.

Demikian hal itu diutarakan oleh Kepala BPS Aceh, Hermanto yang dituliskan hari ini Rabu (8/5/2013). "Lulusan Universitas itu yang belum bekerja 9,50 persen, sedangkan tingkat SD hanya 4,53 persen," katanya.

Masih menurut Hermanto, angkatan kerja lulusan sarjana di Aceh saat ini mencapai 157,605 orang. Sedangkan yang sudah bekerja hanya 142.632 orang. Sementara itu,  pengangguran setingkat pendidikan Diploma hanya 14,898 orang dengan angkatan kerjanya mencapai 109,364. "Dan yang sudah bekerja 93,466 orang," jelasnya.

Di lain sisi, pengangguran yang masih tinggi tetap dialami oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mencapai 59,818 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat sejumlah 40,344 orang, SD dan sederajat sebesar 34,806 orang dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12,992 orang.

"Tingginya angka lapangan kerja untuk tamatan SD mengingat Aceh mayoritas petani. Jadi banyak yang hanya tamatan SD bekerja disektor tersebut," tukasnya.

Sementara itu kata Hermanto kembali, jumlah total angkatan kerja di Aceh saat ini mencapai 2.121.518 orang. Artinya, di Aceh terdapat 8.38 persen pengangguran baik tertutup maupun terbuka.

"Kita berharap kedepan Pemerintah Aceh akan lebih membuka peluang lapangan pekerjaan untuk yang berpendidikan, minimal tamatan SMU," tutupnya.
Read More