Leugoek adalah salah satu makan khas yang berada di Kabupaten
Aceh Barat Daya. Makanan ini terbuat a-godok ketila . Selanjutnya diaduk dalam kelapa parut.
Lazimnya warga membuat leugoek ketika
ada kegiatan meuseuraya (saling bantu) misalnya membuat atap
dari daun rumbia, potong kayu, ceumeuloe pade (mengarit), memanen padi
bersama-sama serta menanam padi.
Pada generasi tua yang kini berusia
diatas 40-an tahun pernah menikmati makanan ini. Namun generasi sekarang sudah
banyak tidak tahu bagaimana bentuk leugoek, apalagi menikmatinya.
Dalam diskusi dwi mingguan yang diadakan
oleh Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) Abdya Rabu 2 Januari
2013, yang mengangkat thema soal “pariwisata Abdya ; potensi dan strategi
promosi” tiba-tiba ada peserta yang menyebut-nyebut soal leugoek ketika
mengungkapkan sejumlah makanan tradisional yang khas di daerah ini.
Wacana soal makanan khas daerah muncul
saat diskusi itu ketika ada peserta yang menyarankan perlu ada icon dalam
pengembangan wisata di daerah berpenduduk 132 ribu jiwa itu. Salah satu icon
dimaksud adalah dari makanan khas sebagai sajian kuliner bagi pengunjung
(wisatawan).
Sekarang Leugoek jarang terdengar. Saat
Aceh masih dilanda konflik dulu, kegiatan meuseuraya jarang terjadi sehingga
leugoek yang biasanya sering disajikan di acara itu jarang dibuat warga.
Jika meuseuraya digelar hingga beberapa
malam makanan yang disajikan juga bervariasi. Malam pertama leugoek, malam
kedua itu dibuat boh pisang keurabe ngoen u (buah pisang masak direbus lalu
dipotong-potong baru diaduk dengan kelapa parut).
“Makanan tersebut menjadi makanan
favorit waktu ada kegiatan meuseuraya,” ujar warga Gampong Padang Sikabu,
Kecamatan Kuala Batee.
Tanpa disadari produk dan nilai-nilai
budaya lokal banyak yang telah bergeser, termasuk makanan khas daerah.
Selain leugoek dulu di Abdya punya beragam jenis makanan khas yang sudah nyaris
hilang dari ingatan, sebut saja Lumpeung
yang terbuat dari sagu campur pisang.
Bentuknya menyerupai martabak telor atau
roti cane, namun berbentuk lingkaran ukurannya sebesar piring nasi. Ada
beberapa lagi produk makanan yang memakai bahan dari sagu lagi seperti Peureune
dan Timpan Sagu.
Terlepas dari kepantasan
tentang wacana menjadikan leugoek sebagai daya tarik wisata kuliner, eksplorasi
kembali makanan khas Abdya dan Aceh tentu sangat relevan dalam rangka mendukung
program pemerintah yang tengah mendeklarasikan “Visit Aceh Years tahun 2013”.
Lalu siapakah yang akan tampil menjadi penggerak inovasi produk makanan
tradisional khas Aceh itu. [mR]