Test Footer 1

Tuesday 11 June 2013

Gudang

Aktivitas yang Menyuburkan Cinta Kasih Pasangan Suami Istri


Pasangan suami-istri haruslah mampu menjaga perasaan cinta dan senantiasa memupuk kasih sayang diantara mereka. Jika hal ini tidak bisa dilakukan bolehjadi hubungan akan menjadi gersang dan mungkin saja ikatan pernikahan bisa terlepas. Na’udzubillahi min dzalik! Ada banyak cara untuk menyuburkan cinta kasih dengan pasangan kita.

1. Mengobrol bersama pasangan
Mengobrol adalah aktivitas yang sederhana dan sangat mudah dilakukan. Jangan menyepelekan obrolan bersama pasangan. Mengobrol bisa mengurangi ketegangan jiwa, dan membuat suasana kelembutan hati. Berbagai tumpukan permasalahan akan terurai dan endapan perasaan yang menggumpal di dada, akan terurai dan melarut dalam suasana obrolan yang nyaman.

Bagi pasangan yang super sibuk, bisa menyepakati waktu tertentu untuk bisa bertemu fisik dan mengobrol bersama pasangan. Mungkin saja tengah malam, mungkin pula menjelang subuh. Suami dan isteri harus menyediakan waktu dan kesempatan yang memadai untuk bisa mengobrol berdua. Tidak cukup melalui telepon, SMS, BBM, email dan teknologi lainnya. Mengobrol dan bertemu langsung adalah sebuah kebutuhan psikologis bagi suami dan isteri. Maka mengobrol harus dijadikan sebagai kebiasaan yang mengasyikkan dan dirindukan.

2. Sentuhan fisik yang ringan dan lembut
Aktivitas memeluk, membelai, menggandeng tangan adalah contoh sentuhan fisik yang sangat dalam maknanya. Tanpa harus berkata-kata, cukup memeluk saja, itu sudah memberikan banyak pesan yang lebih luas daripada kata-kata. Sentuhan fisik termasuk salah satu sarana komunikasi nonverbal yang sangat efektif. Komunikasi tidak selalu dalam bentuk obrolan panjang atau diskusi yang akademik, namun sentuhan telah memberikan berbagai pesan yang sangat dalam.

3. Memberikan perhatian melalui berbagai sarana
Perhatian suami kepada isteri –dan sebaliknya—bisa­ diwujudkan dalam berbagai bentuk dan sarana. Saat suami berkemas hendak berangkat kerja, isteri bisa menunjukkan perhatian dengan memberikan bantuan, atau sekedar mengingatkan, apakah ada perlengkapan yang ketinggalan. Saat isteri berdandan, suami bisa memberikan perhatian dlam bentuk memuji penampilannya atau menyarankan suatu penampilan tertentu yang lebih menarik.
Perhatian juga bisa ditunjukkan melalui teknologi. Misalnya mengirim pertanyaan dan ingatan melalui SMS atau BBM, “Pa, jangan lupa obatnya diminum siang ini jam 13.00”. Atau ungkapan, “Mama jangan lupa makan siang ya, biar tetap sehat dan fit”. Telepon juga merupakan bentuk perhatian. Walaupun terpisah jarak dan waktu karena tugas, tetap ada perhatian melalui bantuan teknologi.

4. Menyampaikan cerita dan informasi
Kebiasaan ringan lainnya yang bisa menguatkan keharmonisan keluarga adalah menyampaikan cerita dan informasi kepada pasangan. Misalnya suami yang akan mendapatkan tugas dari kantor untuk kunjungan ke luar daerah, bisa menceritakan dan menginformasika­n rencana tugas tersebut kepada isteri. Dengan demikian, isteri merasa dilibatkan dalam tugas suami sejak awal, dan membuatnya merasa mendapat kepercayaan serta perhatian.

Demikian pula seorang isteri bisa menyampaikan cerita tentang apa yang dilakukan seharian bersama anak-anak di rumah. Cerita dan informasi ringan seputar aktivitas rutin sehari-hari di tempat kerja, di rumah, di masyarakat, yang disampaikan kepada pasangan, merupakan bagian dari kebiasaan yang menguatkan cinta kasih antara suami dan isteri. Masing-masing merasakan adanya keterbukaan dan kejujuran melalui cerita dan informasi yang mengalir setiap hari. [edi]
Read More
Gudang

Ikhlas Menjadi Makmum


Poin pertama bukti cinta seorang istri terhadap suami adalah dengan ikhlas menjadi makmum. Bahkan ini adalah manifestasi dari cinta kepada Pencipta yang membuat syariat pernikahan. Allah Swt telah menetapkan adanya pemimpin dan pengikut. Demikian juga Allah menetapkan adanya imam dan makmum.

Bila kedudukan dan status sosial istri lebih rendah dibanding suami, tentu tidak ada masalah. Seorang sekretaris dinikahi oleh direktur perusahaannya. Atau seorang perempuan lulusan SMA bersuami seorang sarjana. Suami, dalam kasus ini memiliki posisi lebih superior secara sosial. Tapi bagaimana jika yang terjadi sebaliknya? Wanita pengusaha menikah dengan karyawannya. Atau seorang dosen menikah dengan mahasiswanya.

Ustadz Hepi Andi memberikan beberapa contoh kejadian dalam karyanya Buku Pintar Suami-Istri Mempesona. Di Jakarta Utara, seorang supir memiliki istri pejabat manajer bank skala nasional. Di Depok, seorang laki-laki pengangguran memiliki istri seorang supervisor perusahaan multinasional. Di Jakarta Barat, seorang tamatan SMA mempunyai istri Sarjana lulusan Universitas Indonesia.

Tingkat karier, status sosial, latar belakang keluarga dan jenjang pendidikan adalah salahsatu faktor yang membuat seorang istri terkadang kurang menghormati suaminya. Pada posisi ini, kita diuji untuk ikhlas menjadi makmum.

Pernikahan memang bukan untuk menciptakan persamaan, tetapi bagaimana suami-istri saling toleran terhadap perbedaan. Pada posisi apapun, dan bagaimanapun, seorang suami adalah imam bagi istrinya. Sedangkan istri diuji untuk menjadi makmum yang ikhlas dan baik.
[edi]
Read More
Gudang

Jangan Curhatkan Suami di Facebook

Perempuan memang gemar berbagi, termasuk berbagi isi hati alias curhat. Bahkan, bagi sebagian perempuan  curhat bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, anytime, anywhere, we share.

Karena tabiatnya ini banyak perempuan dan para istri yang kesulitan menyadari bahwa ketika ia mencurhatkan permasalahan keluarganya atau keretakan hubungannya dengan suaminya, yang ditangkap oleh kawan curhatnya justru ia sedang membongkar aib keluarganya,  terutama suaminya. Apalagi jika ia curhat pada orang yang tidak pandai menjaga rahasia dan tidak berjiwa ishlah (mensolusikan masalah). Alih-alih mendapat jalan keluar, yang terjadi malah aib keluarga menjadi rahasia umum. Padahal awalnya ia hanya berniat berbagi, sekedar ingin didengarkan dan dimengerti atau hanya sekedar mencari pembelaan psikologis karena biasanya -menurut perspektifnya- diri nyalah yang menjadi objek penderita dari aib yang terjadi.
Kebiasaan curhat-mencurhat di mana saja ini menjadi semakin mengkhawatirkan ketika kini tersedia berbagai media sosial, entah Facebook (FB), Tweeter, BBM, dll.

Memang kebiasaan ini bukan hanya didominasi kaum hawa, kaum lelaki juga tidak sedikit yang sebentar-bentar menghiasi status FB atau akun tweeternya dengan aneka curhatan yang sama pula tidak hati-hatinya dalam hal menjaga ukhuwah dan kehormatan sesama muslim.

Jika curhat langsung pada orang yang salah saja demikian berbahaya, apalah lagi mencurahkan isi hati terkait keretakan hubungan suami-istri atau aib keluarga lainnya dalam jejaring sosial semacam Facebook atau Tweeter.  Berikut adalah 5 alasan mengapa mencurhatkan konflik keluarga dalam media sosial sangat tidak direkomendasikan:
  1. Aib suami sesungguhnya adalah aib istri. Atau aib keluarga siapapun adalah sebenarnya aib kita juga karena kita adalah bagian dari keluarga kita. Meski jika memang kita yang menjadi korban dari kesalahan yang diperbuat oleh keluarga kita. Kita dengan suami satu dengan lainnya Allah sebutkan sebagai pakaian (QS. Al-Baqarah: 187). Fungsi utama pakaian adalah menutupi aurat yakni hal-hal yang jika terlihat manusia lain pemiliknya akan malu. Meski kita terluka, bukan berarti kewajiban menutupi aurat suami terlepas dari bahu kita. Justru kitalah orang pertama yang harus berbesar hati menutupinya, dan mencari jalan islah terbaik.
  2. Rentan salah paham. Bahasa tulisan lebih banyak memicu salah paham karena masing-masing orang yang membaca akan menafsirkannya dengan komponen-komponen penilaian yang ada dalam benaknya. Jika curhatan kita dibaca oleh orang yang bersangkutan dengan cara pandang yang berbeda tentu masalah akan bertambah runyam. PR kita bertambah, selain menyelesaikan masalah inti, kita pula harus mengklarifikasi kesalahpahaman memaknai status atau tweet kita. Melelahkan bukan?
  3. Jika belum bertemu melakukan tabayun (klarifikasi), belum tentu perspektif kita sama dengan perspektif suami kita. Karena lelaki dan perempuan berbeda dalam memandang permasalahan. Bisa jadi, sesungguhnya suami kitalah yang lebih banyak dirugikan atas konflik yang tengah terjadi. Jadi, jangan buat apa yang belum jelas menjadi tambah kabur dengan curhat-curhat yang hanya memuaskan hati sesaat namun berdampak buruk yang panjang.
  4. Orang dewasa cenderung lebih senang ditegur baik-baik ketimbang disindir-sindir di dalam media sosial. Hal ini lebih menyakitkan karena pihak yang kita sindir merasa tidak dianggap sebagai pribadi yang dewasa.
  5. Media sosial adalah tempat berkumpulny banyak orang yang tidak kita tahu kondisi masing-masing pribadinya. Perjalanan hidup tidak selamanya mulus, terutama tentang muamalah kita dengan manusia lainnya. Mungkin dulu, di ujung daerah yang pernah kita singgahi 10 tahun yang lalu ada seseorang yang pernah kita atau suami kita lukai dan masih menyimpan dendam atau malah menyimpan cinta terpendam kepada kita atau suami kita. Jika mereka mendapati keretakan dalam keluarga kita banyak hal memungkinkan yang dapat mereka lakukan. Status konflik ini juga dapat memicu pihak lain berbuat tidak layak pada kita. Di dunia maya banyak sekali lelaki iseng yang senang menggoda perempuan. Jadi, jangan ambil resiko ini!
  6. Kata-kata bersifat irreversible,  jika sudah kita keluarkan maka tak dapat ditarik kembali. Kata-kata sudah membentuk opini tersendiri ketika pertama kali diterima oleh penerimanya. Meski kata-kata tersebut sudah kita ralat atau kita hapus, namun opini yang sudah ternbentuk dalam benak  sekian banyak orang yang telah membaca status kita sebelumnya tentu tak gampang menghapusnya. Apa lagi catatan yang ada di tangan malaikat atas status kita, entah bagaimana kita menghapusnya.
Jadi, mari belajar untuk tidak reaksioner dan memamah konflik lebih bijak agar konflik menjadi ladang pahala kita dalam kehidupan berkeluarga. Jika terpaksa memerlukan pihak lain untuk berbagi dan mencari jalan keluar, carilah orang yang amanah dan yang berorientasi islah (perbaikan). [edi]
Read More
Gudang

Polwan dilarang berJilbab? "Ada Apa Dengan Institusi Kepolisian Negeri Ini"

Entah apa yang ada di benak beberapa oknum pemerintah/pejabat/penguasa negeri ini, terkait dengan (Simbol-simbol) Islam. Mereka tidak henti-henti menyoalnya, seolah-olah ini masih zaman bahaeula. Ada saja urusan-urusan yang tidak seharusnya dibahas akhirnya jadi masalah besar. Jenggot,  gamis, jidat,  seolah-olah semua harus diwaspadai. Tidak lama kemudian, menyusul  ide nyeleneh, tentang perlunya diadakan sertifikasi kurikulum pesantren dan ulama.
Kini, ketika isu-isu tersebut masih segar diingatan, kembali gagasan ‘gila’ terkait simbol Islam mencuat, yaitu; larangan menggunakan jilbab bagi para Polwan (Polisi Wanita). Yang lebih aneh lagi, alasan yang digunakan adalah untuk menghemat anggaran.
Simak pernyataan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Agus Rianto. Menurutnya, penambahan jilbab jika diberlakukan akan berdampak umum. Sehingga Polri harus menambah kocek tambahan. “Karena kalau pakaian (jilbab) itu dibagikan berarti anggarannya lain lagi,”ujarnya. (Republika.co.id).
Jelas ini alasan terasa janggal dan terkesan sangat dipaksakan. Persis seperti yang diutarakan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), “Masa dana untuk jilbab jadi masalah? Alasan yang tidak masuk akal,” kata Hamidah, salah satu anggota Kompolnas, sebagaimana yang dikutip di situs yang sama.
Lagi pula, bukankah semua anggaran itu dari rakyat? Mengapa justru mereka tidak ribut ketika adanya dugaan anggaran-anggaran yang diselewengkan aparat atau yang dikenal dengan ‘rekening gendut’ pada perwira polisi?
Selain alasan yang tidak  rasional itu, sejatinya pelarangan pemakaian jilbab, juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana pun, setiap individu memiliki hak menjalankan    keyakinan dan ibadah sesuai dengan agamanya. Dan ini dilindungi oleh HAM.
Sepatutnya, pihak kepolisihan menghormati hal ini. Lebih-lebih, kalau melihat mayoritas penduduk negeri ini adalah beragama Islam. Tidak sepatutnya bersikap diskriminatif terhadap Polwan berjilbab. Toh dengan berseragam demikian, tidak mengurangi keprofesionalitasan mereka dalam menjalankan tugas. Hingga kini, belum ada berita negatif, bahwa kinerja Polwan berjilbab jauh di bawah standart.
Di Inggris saja, Polwan diperbolehkan untuk berjilbab, karena menghormati hak azasi. Seharusnya, polisi berkaca; bagaimana mungkin di negara yang mayoritas penduduknya beragama non-Islam, memberikan peluang begitu bebasnya bagi kaum minoritas (Baca: polwan Muslimah) untuk menjalankan kewajibannya, memakai hijab.
Di lain pihak, Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, justru bersikap sebaliknya; terkesan membatasi. Aneh rasanya aparat di negeri ini.
Yang lebih subtansial, menutup aurat (Salah satunya dengan menggunakan jilbab), adalah perkara ushul (Mendasar) dalam Islam, bagi seorang muslimah yang sudah baligh. Ini artinya, telah menjadi kewajiban seorang Muslimah untuk menutup seluruh auratnya, kecuali wajah dan telapak tangan, sesuai dengan petunjuk Nabi, melalui sabdanya, yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Baihaqi.
Dengan demikian, itu artinya, pelarangan pemakaian jilbab, tidak hanya melanggar HAM, namun setali tiga uang, juga melanggar kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah, sebagaimana yang para Muslimah yakini.
Jika para pejabat itu paham ini, pasti mereka tahu, bahwa tidak ada alasan melarang pemakaian jilbab, dengan dalih apapun. Apatah lagi bila dasarnya terkesan sangat rapuh dan dibuat-buat. Jangan sampai kasus ini justru mempertegas tentang adanya stigma buruk pemerintah/polisi terhadap (simbol-simbol) Islam.
Jika perlu, cobalah Polri belajar melihat bagaimana para polisi wanita di Yaman, Iraq, Afghanistan, Pakistan,  dalam penggunaan seragam untuk polwannya. Setelah itu renungkanlah, apakah kalian cukup adil memperlakukan aparat wanita kalian yang Muslimah untuk melaksanakan hak menggunakan jilbabnya?
Jika hati nurani kalian mengatakan “Ya memang tidak adil,” dan kalian masih melarangnya juga, maka persoalannya bukan masalah teknis atau anggaran.  Boleh jadi, memang ada usaha untuk menghapus simbol-simbol Islam di institusi kepolisin negeri ini. Kalau begitu, apa bedanya polisi zaman sekarang dengan Orde Baru?.*
Read More
Gudang

Membuat Nyaman Suami

Seorang istri adalah penyejuk bagi suaminya. Namun, terkadang justru kegelisahan seorang suami berasal dari istrinya sendiri. Stres di tempat kerja, tekanan atasan, kerugian bisnis, bersitegang dengan rekan kerja, bisa terobati dirumah oleh seorang istri. Sebaliknya, meski di kantor tidak ada masalah, tetapi bila di rumah istri membebani suami dengan masalah-masalah kecil yang dibuat seolah-olah maslaah besar, stress itu akan lahir dengan sendirinya.
Salah satu ciri istri yang tidak bisa menyenangkan suami adalah mudah marah atau ngambek. Istri yang selalu marah-marah adalah istri yang tidak bisa menyamankan suaminya. Seringkali seorang suami terpaksa melakukan sesuatu diluar kemampuannya, seperti meminjam uang karena harus menuruti permintaan istrinya yang tidak realistis.
Ciri lainnya adalah ketidakmampuan istri untuk membina hubungan harmonis dengan mertua atau saudara ipar. Tidak dipungkiri, terkadang orangtua atau saudara kandung suami tinggal bersama dalam satu rumah. Konflik antara mertua dan istri terkadang juga sulit untuk dihindari. Dalam hal ini, seorang lelaki bingung untuk membela ibunya atau istrinya. Diperlukan kedewasaan dalam bersikap untuk menentukan hal tersebut. Namun, bila istri terus-menerus mengutarakan ketidaksukaan terhadap mertuanya, bahkan dalam tingkat tertentu, ini bisa melahirkan ketidaknyamanan dalam diri suami.
Menyenangkan suami tidak perlu sesuatu yang mewah. Cinta kepada suami bisa diwujudkan dengan cara bagaimana suami bisa terus merasa nyaman dengan kehadiran istri. Salah satunya adalah dengan wajah yang menyenangkan dan penampilan yang rapih.
Senyuman adalah cara sederhana untuk menyenangkan suami. Tidak ada obat kegelisahan dan kelelahan hidup yang paling ampuh bagi suami kecuali senyuman seorang istri yang shalihah.
 “Sebaik-baik perempuan (istri) ialah yang menyenangkanmu jika engkau memandangnya.” (HR Thabrani)
*Diolah dari Buku Pintar Suami – Istri Mempesona karya Hepi Andi Bastoni
Read More